Kamis, 29 Mei 2014

Siluet Senja di Pelupuk Mata



Kau tau, begitu sulit otak ku merangkai kata
aku ingin menciptakan kata-kata indah
berpuisi memuja cinta
seperti mereka
yang dipenuhi bunga-bunga lambang cinta
jemarinya mulus menyusuri huruf demi huruf
Ya,,, benar-benar BUNTU
kosong dan NIHIL
Sepertinya ada batu yang menghantam amigdala ku
dan terjadi emboli yang mengobstruksi arteri hidup ku
Sangat menyakitkan,
Apa mungkin, ini karena ada sesuatu yag masuk ke tubuh ku?
Entahlah, yang jelas baru saja virus menyerang hati ku
mungkin kau dapat merabanya, membengkak dan membesar
Terjadi komplikasi dalam tubuh ku

Hanya deras hujan yang hadir saat ini
Sepertinya ia tahu
Ia pancarkan siluet senja yang menari-nari di pelupuk mata
ada secangkir kopi manis hitam pekat di sana
di atas meja putih bersih itu
lama-lama meluap membanjiri meja itu
tak dapat dinikmati lagi
malah melumuri sekitarnya

Ah, benar-benar tak bernada
Cinta membuat saraf ku lumpuh...

Rabu, 28 Mei 2014

Apa itu Stroke??

Anda tentu tidak asing lagi dengan kata "Stroke". Stroke seperti tren masa kini, yang muncul dimana-mana, dan kapan saja. Seakan hal yang bersifat mendunia. Namun meskipun stroke banyak di dengar dimana-mana, masih banyak orang-orang tidak mengerti apa sesungguhnya stroke, apa yang menyebabkannya hadir dalam hidup manusia, dan bagaimana proses jalannya penyakit tersebut.
Stroke merupakan cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi/penyumbatan aliran darah otak. Epidemiologi stroke berdasarkan WHO tahun 2008 merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia setelah penyakit jantung. Stroke merupakan penyakit ke 6 penyebab kematian di negara berpenghasilan rendah dan penyakit ke dua penyebab kematian di negara berpenghasilan sedang dan tinggi. Prevalensi (angka kejadian) stroke di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8 persen. Sebagai perbandingan, prevalensi stroke di Amerika Serikat adalah 3,4 per persen per 100 ribu penduduk, di Singapura 55 per 100 ribu penduduk dan di Thailand 11 per 100 ribu penduduk. Dari jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. Sedangkan berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi stroke di Indonesia meningkat menjadi 12,1%. Pada 2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke.

Baiklah sekarang mari kita lihat secara mendalam seperti apa keganasan stroke itu sendiri. Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Individu yang beresiko mengalami penyakit ini adalah individu yang memiliki hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, atau penyakit jantung dan perokok. Kita dapat mengenali penyakit ini dengan berbagai macam tanda dan gejala yang ditimbulkan stroke. Kita harus waspada dengan secepat mungkin mengenali tanda dan gejala penyakit ini. Mengapa demikian? Karena semakin cepat kita mengetahuinya, pertolongan pertama akan segera dapat diberikan dan alangkah baiknya jika kita menemui individu dengan tanda dan gejala stroke segera saja kita bawa ke rumah sakit agar dapat segera ditangani. sedetik pun waktu sangat berharga untuk menyelamatkan nyawa. Apa lagi stroke dengan jenis hemoragik (perdarahan/pecahnya pembuluh darah di otak). Stroke hemoragik sangat lebih berbahaya dibandingkan dengan stroke nonhemoragik (tanpa perdarahan/sumbatan pada pembuluh darah di otak). Stroke hemoragik lebih mengundang kematian dari pada stroke nonhemoragik. Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh stroke hemoragik antara lain:
a.  Tidak jelas, keculai nyeri kepala hebat karena hipertensi,
b. Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi, atau marah,
c. Mual atau muntah pada permulaan serangan,  
d. Hemiparasis (kelemahan pada satu sisi tubuh) atau hemipelgia (kelumpuhan pada satu sisi tubuh) terjadi
    sejak awal serangan  
e. Denyut nadi <60 x/menit sejak awal serangan 
f. Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang dari setengah jam - 2 jam;
   <2% terjadi setelah 2 jam - 19 hari), dll. 
Sedangkan tanda dan gejala stroke nonhemoragik antara lain:
a.  Nyeri kepala akbiat hipertensi,
b.  Serangan terjadi mendadak di pagi hari saat bangun tidur, hal ini terjadi karena kekentalan/viskositas
     darah mencapai puncaknya di pagi hari sehingga individu yang mengalami ateriosklerosis akan lebih
     rentan terserang stroke. (Alangkah baiknya saat bangun tidur, kita minum air putih untuk mengencerkan
     viskoitas darah dalam tubuh)
c.  Hemiparasis atau hemiplegia
d.  Kesadaran bisa menurun bisa tidak.
e.  Afasia (kerusakan komunikasi verbal, bibir merot), dll

 Anda pasti bertanya-tanya mengapa stroke ini bisa terjadi. Bagaimana jalan ceritanya hingga stroke ini dapat membunuh manusia. Dibawah ini terdapat pathway stroke hemoragik dan nonhemoragik. Anda dapat mencermati dan memahaminya melalui bagan di bawah ini:
Stroke Hemoragik:


Stroke Non Hemoragik:

Sumber:
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: buku saku, ed: 3. Jakarta: EGC
http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
http://life.viva.co.id/news/read/259794-menkes--stroke-tidak-kenal-umur
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klian dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nastiti, Dian. 2012. Skripsi: Gambaran Faktor Resiko Kejadian Stroke pada Pasien Stroke Rawat Inap di
Nurlailla, Yulia. 2013. Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik. Semarang: FK Undip
Nurlailla, Yulia. 2013. Laporan Pendahuluan Strok Non Hemoragik. Semarang: FK Undip
Rumah Sakit Krakatau Medika Tahun 2011. Jakarta: FKM UI




 

Minggu, 18 Mei 2014

Sinar Tanpa Sirna



Angkasa yang penuh kesejukan melambaikan sayap-sayap kehidupan. Sayap-sayap yang menginginkan kebebasan menghela setiap makna denyutan nadi. Semilir angin terbang menyapa setiap yang tegak. Dedaunan tua menari-nari mendekat damainya bumi. Cahaya putih dari sisi timur menghangatkan setiap pengisi dunia. Di sisi lain terlihat silauan pandang berkaca-kaca layaknya langit yang kan menurunkan hujan deras. Wajah sayu dengan senyuman tertahan menahan pilu perasaannya. Dengan badan tersender lemah di sebuah tiang biru di samping kanan tempat duduk orang-orang yang menunggu kedatangan bus tujuannya dengan keramaian bus yang berhenti sejenak menunggu penumpang. Kedua tangannya memangku jajanan ringan di atas pahanya menampilkan ketidak berdayaannya. Kedua kakinya sejajar seakan tak mau bangkit. Gadis cantik sawo matang dengan ikatan rambut pirang lurus panjang dengan baju sederhana lengan pendek berwarna biru dan celana jeans ciutbry abu-abu jaman dahulunya itu duduk termenung sendiri merenungi kehidupannya sambil menuggu kedatangan bus yang yang belum datang.
“Purwokerto-Purwokerto, Kebumen, Gombong..., ayo-ayo Bu, Pak, Mas...“, teriak para kondektur dan calo bus Semarang-Purwokerto yang berusaha menarik perhatian para penumpang arah Purwokerto itu.
Suara itu membuat Siti kaget dan tersadar dari lamunannya. Ia segera bergegas lari dengan jajanannya menuju bus tersebut dan berebut cepat dengan teman-teman saingannya.
“Bu... Tahu Bu...Kacang rebus, Lumpia, Arem-arem....Pak, Mas, Lumpia, Arem-Arem, Kacang rebus, Tahu...enak Pak, Mas, beneran deh, saya jamin Bapak dan Mas tidak menyesal merasakan jajanan buatan Ibu saya...cukup seribu rupiah pak....”, rayu Siti dengan semangat sambil menyembunyikan hatinya agar jualannya hari ini laku banyak.
Setiap hari minggu Siti selalu menghabiskan waktunya untuk membantu kedua orang tuanya dengan berjualan jajanan ringan di Terminal Bus Purworejo. Kehidupannya yang sederhana bahkan sangat kurang mampu ini tak membuat semangat hidup nya menurun begitu saja. Ibu nya yang sudah berumur 47 tahun itu hanya bisa menghabiskan waktunya di rumah mengurusi rumah tangganya dan membuat Arem-arem, Lumpia, Tahu dan kacang rebus untuk di jual. Bapaknya yang sudah berumur selisih 2 tahun lebih tua dengan ibunya pun juga hanya bisa berjualan, menjual makanan yang di buat ibunya.
“Bapak dapat berapa?”, tanya Siti kepada bapaknya yang juga ikut berjulan setelah seharian mereka merayu para penumpang dan penghuni terminal itu.
“Bapak Cuma dapet tiga puluh ribu nak...kamu dapat berapa?”, jawab ayahnya dengan nada lemah dan sedih.
“Siti dapat empat puluh lima ribu pak... nggak papa pak, kita syukuri saja. Mungkin memang rejeki kita hari ini segini. Siapa tahu Allah besok ngasih lebih ke kita. Tapi ini lumayan banyak lho pak, total pendapatan kita hari ini tujuh puluh lima ribu, lebih dari biasanya....”, Seru Siti dengan semangat meskipun sebenarnya dalam hatinya tak tega melihat wajah bapaknya yang bersedih itu.
“Tapi kita nggak balik modal lagi nak....!! Besok kita mau jualan lagi dengan uang dari mana? Uang bapak dah abis..mau makan aja kita susah...”
“Insya Allah ada pak...tujuh puluh lima ribu masih bisa buat kita jualan lagi. Yang dua puluh lima buat makan kita, yang lainnya buat modal kita lagi..ya sudah pak, ayo kita pulang saja. Bapak juga pasti capek kan?”, Bujuk Siti pada bapaknya dan mencoba menenangkannya.
Begitulah nasib mereka. Setiap hari pak Ramli menghabiskan waktu di terminal dan Siti yang senantiasa menggunakan waktu liburannya dengan membantu menghabiskan jajanan yang dibuat ibunya bersama bapaknya hanyalah untuk menghidupi keluarganya. Penghasilan mereka benar-benar tak seberapa dibandingkan dengan pengeluarannya. Namun semuanya tak membuat mereka putus asa untuk terus berusaha mencukupi kebutuhan hidup mereka dan pendidikan Siti.
Siti memang anak yang rajin, pintar, dewasa dan baik hati. Di usianya yang masih remaja ia sudah bisa berpikir bagaimana ia bisa menjalani hidup tanpa merepotkan ke dua orang tuanya. Setiap hari ia rajin belajar dan membantu orang tuanya. Ia tinggal bersama kedua orangtuanya, sebenarnya ada seorang adik yang bernama Sarah yang saat ini sudah berumur 10tahun, namun kini ia hanya tinggal nama karena penyakit demam berdarah yang menyerangnya dua tahun yang lalu. Rumahnya masih beralaskan tanah dan berdindingkan anyaman bambu warna putih terletak di dekat terminal tempat mereka bekerja, di pinggir kota yang tak bisa membuat mereka hidup sejahtera.
Hari senin pun tiba. Seperti biasa Siti melangkahkan kakinya menuju sekolah yang bernamakan SMA N 5. Awalnya Siti memang tidak suka dengan SMA nya, dari dulu ia mendambakan sebuah sekolahan yang berkualitas baik dan ternama. SMA N 1 adalah sekolahan yang ia idam-idamkan. Kualitas otak siti ini sesungguhnya tidak kalah dengan siswa-siswa SMA N 1. Sebenarnya ia mampu memasuki sekolahan tersebut namun lagi-lagi uanglah yang menghambatnya.
Kini seiring berjalannya waktu, keadaan dan kebaikan bapak ibu gurunya membuatnya bahagia dan nyaman. Dari SMA ini lah Siti merasakan kehidupannya tidak akan pernah sia-sia. Kejuaraan demi kejuaraan ia dapatkan. Sekolah gratis karena kepandaiannya dan banyaknya uang hasil kejuaraan dan partisipasinya dalam mewakili sekolah dalam acara luar membuatnya semakin cinta dengan sekolahannya. Ya, dari semua ini lah siti dapat menempuh pendidikan dan sedikit membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Kehebatannya ini membuatnya menjadi bintang di sekolahnya dan membuatnya lebih ikhlas merelakan dirinya melepas SMA N 1.
Suasana hangat dengan iringan kicau burung yang saling bertegur sapa, menghembus udara yang menghantarkan hari menuju siang, menapakkan kedua kakinya di atas ranting-ranting kecil berteduhkan hijaunya daun di tengah-tengah antara ruang kelas XII IPS dan ruang Guru, terlihat kerumunan hijau yang saling berebut di depan papan pengumuman dengan gemuruh sahut-menyahut membuat suasana gaduh dan penuh ketegangan.
“Selamat ya Sit cuma kamu yang lulus dari kelas kita..!”, Ucap Nisa sahabat Siti setelah melihat pengumuman hasil Try Out pertama mereka.
“Makasih Nis...tetap semangat Nis... masih ada banyak waktu buat bangkit ..!!!! Okey !!!” Jawab Nisa dengan memberikan semangat kepada sahabatnya dan merangkulnya kembali berjalan menuju ruang kelas yang tak jauh dari papan tadi.
“Iya Sit...kamu kok pinter banget si... lagi-lagi yang jeblok nilai fisika ma matematika. Takut banget aku......” kata Nisa dengan penuh kekhawatiran.
“Tenang aja Nis, kita pasti lulus..! Aku yakin banget..Meskipun nilai ku juga mepet tapi kan kita masih punya waktu yang lumayan buat belajar. Kita belajar bareng Nis...!! Oh ya kamu mau masuk kuliah dimana?”
“Nggak tau Sit, kayanya aku bakalan brenti satu tahun dulu. Orang tua ku nggak bisa nguliahin aku tahun ini katanya. Mungkin tahun depan baru bisa kuliah, dan sementara waktu aku kursus dulu.” Terang Nisa yang sebenarnya di dalam hatinya menginginkan kuliah tahun ini.
“Kursus apa Nis?”, tanya Siti lagi.
“Aku suruh kursus menjahit. Kalau kamu sendiri gimana Sit? Mau kuliah dimana?”
“Aku....nggak tau Nis, aku pingin jadi seorang perawat. Mungkin aku kuliah di akper Purworejo aja yang lebih deket..” jawab Siti dengan penuh kebimbangan namun meyakinkan.
Akhir kelas XII SMA benar-benar membuatnya pusing. Masa depan yang cerah selalu menjadi mimpi gadis ini. Ia bukanlah gadis yang mudah menyerah begitu saja. Selagi ada kesempatan ia selalu berusaha untuk melewatinya.
Hatinya benar-benar bagai teriris-iris setiap kali ia melihat teman-temannya mendaftar untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi. Mereka dengan mudah mengeluarkan uangnya untuk mengikuti pendaftaran dari universitas satu dan universitas lainnya. Ada yang UGM, UNDIP, UNY, UNNES dan lain sebagainya. Sedangkan ia sampai detik ini tak bisa berbuat apa-apa.
Memang ada dibenaknya untuk bisa masuk ke universitas seperti mereka. Ia percaya ia dapat memilikinya dengan mendaftar melalui jalur beasiswa. Akan tetapi ia tidak bisa yakin bahwa hal itu akan terjadi dengan mudah. Semuanya pasti juga memerlukan uang yang tidak sedikit untuk mencobanya.
Setiap hari Siti menyisihkan waktunya untuk dapat merenungi kehidupannya, masa depannya, dan kebahagiaan kedua orang tuanya. Ia tak mau pendidikannya hanya berakhir hingga SMA saja. Dalam otaknya pendidikan SMA belum berarti apa-apa untuk bekerja. Dengan keadaan ekonomi yang minim dan tidak adanya dukungan dari kedua orangtuanya ini membuatnya tidak bisa berpikir luas untuk menempuh masa depan cerahnya.
Ia benar-benar menginginkan kuliah, agar ia bisa menjadi perawat yang merupakan cita-citanya sejak kecil. Namun setiap bertanya dengan kedua orang tuanya, membuatnya semakin pesimis akan mendapatkannya. Uang untuk mendaftar pun tak ada, bagaimana ia bisa memasukinya?
“Pak, Buk, Siti pingin kuliah.. Boleh kan pak?”, Tanya siti dengan penuh harapan.
“Kuliah, uang dari mana to nak…buat makan aja kita susah. Tahun depan saja kalau mau kuliah, mungkin tahun depan kita sudah bisa lebih baik.” Jawab pak Ramli berharap Siti mau mengerti.
“Tahun depan? Tapi pak kalau tahun depan Siti bakalan susah dapatin Beasiswa dari awal masuk, karena beasiswa itu kebanyakan diberikan untuk orang-orang yang baru lulus, meskipun ada tapi perlu biaya besar untuk masuk juga. Kalau Siti nggak kuliah Siti mau jadi apa pak? Tamatan SMA paling cuma bisa kerja di toko atau pabrik yang sistemnya sistem kontrak. Kalau sudah tua Siti nggak bisa kerja lagi to pak?” Tegas Siti dengan berusaha meyakinkan orangtuanya agar menyetujuinya.
“Nak, ibu mu aja banyak hutang, kamu tahu sendirikan penghasilan kita saat ini berkurang, Kalau uangnya buat bantu kuliah kita nggak bisa jualan lagi.nggak ada modal. Lagi pula apa sepuluh ribu itu cukup buat biaya kuliah mu nanti?” Terang Bu Ramli kepada anaknya.
“Bu, pak Siti nggak akan nyusahin bapak sama ibu. Siti cuma minta restu dari bapak, ibu. Masalah biaya kuliah, Siti yakin pasti Allah kasih jalan keluarnya nanti. Lagi pula Siti mau kuliah dengan beasiswa, Insya Allah beasiswa itu cukup untuk kuliah Siti. Makanya bapak sama ibu doain Siti biar Siti diterima dengan beasiswa.”
Siti tak akan pernah menyerah untuk merayu kedua orang tuanya agar mengijinkannya untuk mencoba mendaftar kuliah. Meski sulit namun pada akhirnya mereka mau mengijinkannya namun jika bergelut dengan uang lagi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Tantangan yang sangat sulit. Kuliah yang semua orang tahu bahwa akan mengeluarkan banyak uang ini menjadi beban dirinya seorang. Orang tuanya benar-benar angkat tangan mengenai uang untuk perjuangan nya, membuat sekolah swasta yang sebelumnya ia ceritakan pada Nisa karena jarak rumah yang lebih dekat tak bisa lagi ia andalkan. Namun tekat Siti tak akan pernah berubah. Ia selalu mencari informasi dengan menjelajahi web berbagai universitas dan mencari info ke ruang BK (Bimbingan Konseling) berkenaan dengan kuliah yang ingin ia capai..
Keesokannya, terlihat sosok gadis dengan rambut terurai yang menyentuh hijau seragamnya duduk di ruangan yang penuh dengan puluhan komputer. Di depannya terdapat tulisan-tulisan mengenai pendaftaran masuk perguruan tinggi tepatnya ITS yang didalamnya terdapat Beasiswa Bidik Misi. Ini peluang yang besar pikirnya. Dengan beasiswa lima juta setiap semester akan sangat membantunya dalam menyelesaikan kuliahnya jika ITS berpihak padanya. Namun di sisi lain perasaan dilema pun ikut serta dalam pikirannya. Jarak yang lumayan jauh Purworejo-Surabaya itu membuatnya tidak yakin akan melakukannya.
“Sit kamu di panggil bu Retno tu di ruang BK”, Panggil Nisa yang menyela kesibukannya di Laboratorium komputer itu.
Segera saja Siti melepaskan lamunannya mengarahkan wajahnya pada sahabatnya dan menghentikan tangannya yang sedang sibuk menarikan mouse tanpa sadar, “Ada apa Nis?”
“Nggak tahu tuh, Beliau cuma bilang kamu suruh keruangannya sekarang.” Jelas Nisa yang juga tak tahu apa-apa.
Siti segera beranjak dari bangku nya meninggalkan ruangan itu. Langkahnya dengan cepat menghantarkannya ke depan pintu ruang BK dan ketukan pintu segera terdengar membuatnya saling bertegur sapa.
“Masuk lah…” Begitulah kata pertama kali yang terucap bu Retno setelah ia berikan senyuman ramah dan pandangan yang menyejukkan.
“Terimaksih buk…” Perlahan-lahan ia masuki ruangan itu dengan penuh ketegangan seakan kesalahan telah diperbuatnya dan meminta pertanggungjawabannya.
“Maaf ada apa ya bu……”, Tanya siti yang diliputi dengan penasaran.
“Silahkan duduk, begini ibu mau menawarkan kamu, apa kamu ada minat masuk UGM? Di sini ada jalur masuk bibit unggul bagi yang tidak mampu. Disini tidak dipungut biaya pendaftaran dan kuliah. Ibu tahu kamu sangat berprestasi, sangat disayangkan jika kamu berhenti nanti. Ini bisa kamu lihat brosure nya.” Terang bu Retno dengan menyodorkan kertas brosure berwarna biru yang berisikan tentang berbagai jalur masuk UGM.
“ Yang benar bu? Alhamdulillah…saya pikir ada kesalahan yang saya perbuat dan saya tidak tahu. Em…bagaimana ya Bu..?” sejenak ia berpikir, “Baiklah Bu saya akan mencobanya.”
Akhirnya kesempatan hadir padanya. Setelah ia berpikir, kembali merenungi apa yang harus ia lakukan, segera ia membicarakan kepada kedua orang tuanya untuk merundingkan apa yang telah ia bicarakan bersama guru BK nya siang tadi. Dengan penjelesan dan rayuannya akhirnya kedua orangtuanya menyetujui dan membantunya dalam mempersiapkan persyaratan seleksinya.
Hari demi hari silih berganti. Waktu terus berjalan mengiringi langkah demi langkah meraih mimpi seorang gadis yang terus menyalakan api disetiap nafasnya. Satu bulan lalu ia kirimkan beberapa berkas sesuai dengan ketentuan untuk memasuki UGM dengan jurusan Matematika yang merupakan keinginan ke duanya setelah perawat. Kini saat nya ia membuka sebuah website yang akan memberikan jawaban apakah ia berhasil.
Hal yang sangat mengejutkan, satu persatu matanya yang indah melewati nama demi nama. Hari yang begitu cerah dipenuhi awan putih yang berjalan ke barat seakan mencoba menghibur dan meneduhkan hatinya yang mendadak mendung dan mengalirkan hujan dicelah-celah mata indahnya menyentuh pipi yang begitu lembut. Nihil..namanya sama sekali tak tertulis dalam ucapan selamat di terima di UGM tersebut. Hatinya semakin teriris melihat dua nama teman kelasnya tertampil di layar itu.
Tiga hari ia merasa bukan dirinya. Mengapa ia yang lebih unggul dari teman-temannya bisa terkalahkan begitu saja. Serasa tidak adil jika ia yang lebih membutuhkan peluang itu namun tak bisa seperti mereka. Setiap hari ia hanya bisa meneteskan kesedihannya di setiap perenungannya.
Desahan angin senantiasa berbisik, membangkitkan dirinya dari keterpurukan yang tiada arti. Hari-hari akhir pekannya di sebuah pemberhentian bus terus ia lewati. Semakin dekat dengan kehidupan semakin tersadar akan keputusasaannya.
Kini ITS kembali terlintas di benaknya. Ia pelajari satu per satu persyaratan yang harus ia penuhi. Semangat nya membara demi cita-citanya untuk bisa kuliah, yah..kini mimpinya hanyalah kuliah bukan seorang perawat. Hatinya yang penuh kejujuran berusaha untuk terus membohonginya hanya karena uang. Dengan sangat terpaksa mimpinya beralih demi kesuksesannya.
Ia memang gadis yang serba bisa. Dibenaknya tertanam keyakinan kuat bahwa apapun yang ia hadapi semua akan menjadi kebahagiaan. Tiba-tiba suara lantang yang menggelegar datang dari arah luar laboratorium komputer memanggil namanya. Suara lantang dengan langkah mendekati pintu yang penuh semangat itu sangat khas sekali. Pak Bowo seorang guru Bahasa Indonesia yang begitu menyayanginya. Beliau sering disebut dengan guru teladan yang baik hati.
Siti segera berlari mendekati pintu dan menemuinya. Mereka duduk berdua disebuah pagar ruangan tadi.
“Ada apa pak?” Tanya Siti dengan suara akrab dan semangat.
“Sit, bidik misi itu nggak cuma di ITS. Kemarin saya cari-cari ternyata di semua perguruan tinggi negeri itu ada. Kamu coba aja buka webnya Undip, apa UNY yang lebih deket dari pada kamu daftar di ITS. Sebenarnya saya itu nggak setuju kamu mau daftar di ITS. ITS tu jauh, nanti kamu malah kesulitan pulang.” Jelas pak Bowo yang sangat mengerti perasaan Siti.
Setelah berbincang-bincang cukup lama Siti merasa lebih lega bahwa ternyata masih ada kesempatan yang lebih dekat dari pada ITS. Tanpa menghabiskan waktu, ia kembali duduk di depan layar yang membawanya ke dunia maya. Ia buka web UNY dan menelusuri nya. Ternyata terlambat, Bidik misi dan beasiswa lainnya tak membuka kesempatan baginya. Penyesalan tak mengetahui lebih awal ada padanya. Namun ia berusaha kembali membuka web Undip dan universitas negeri lainnya. Dan akhirnya satu-satunya perguruan tinggi yang masih memberikan kesempatan baginya adalah Undip.
Tanpa berpikir panjang ia langsung membaca lebih rinci apa itu bidik misi dan bagaimana mendapatkannya. Sedikit demi sedikit ia dapatkan informasi lengkap dan jelas. Bidik misi yang dipergunakan untuk calon mahasiswa tidak mampu namun berprestasi. Beasiswa ini diberikan 5juta persemester dengan rincian 500 atau 700 ribu untuk biaya hidup dan sisanya dipergunakan untuk biaya pendidikan selama delapan semester.
Di kemudian hari serangkaian berkas persyaratan siap dikirimkan ke universitas Diponegoro dengan bantuan bu Retno yang juga sangat menyayanginya. Kini ia benar-benar mantap akan diterima. Undip memberikan kesempatan dan mengembalikannya pada cita-cita mulianya. Prodi perawat menjadi pilahan pertamanya dan statistika menjadi pilihan ke duanya.
Tak terasa waktu semakin dekat dengan Ujian. Setiap hari Siti bersama teman-temannya menghabiskan waktunya dengan belajar bersama tanpa meninggalkan dagangnya disetiap hari minggu yang sebenarnya telah diliburkan bagi siti oleh keluarganya. Sesekali terlintas dipikirannya akan penantian pengumuman bidik misi yang membuatnya selalu was-was, melihat teman-temannya yang telah bergembira dan tenang karena kampus yang mereka tuju telah membuka pintu lebar bagi mereka.
Kini tiba waktu yang di tunggu-tunggu. Para siswa disibukkan dengan kertas yang penuh dengan pertanyaan-pertanyaan. Suasana tenang dan penuh keseriusan membuat kelas seperti tak berpenghuni. Satu persatu, pertanyaan demi pertanyaan mereka lewati. Ini bukan lah mimpi. Ujian Nasional yang mereka nanti telah ada dihadapan mereka.
Setelah mereka lalui berbagai macam ujian baik nasional maupun sekolah dan praktik, mereka memiliki waktu dua minggu menanti hasil perjuangan mereka. Seperti biasa Siti menghabiskan waktunya berdagang mencari uang membantu kedua orang tuanya tercinta untuk mencukupi kebutuhan mereka yang semakin meningkat.
Tibalah hari yang menegangkan. Burung-burung seraya beterbangan mengepakkan sayap-sayap indahnya membangkitkan pohon-pohon merentangkan tangan-tangannya dan ikut melambaikan memanggil angin tuk menghembuskan awan-awan putih menyaksikan kerumunan putih abu-abu satu-persatu membuka amplop masa depan.
“Lulus...!!!!!!!!!!!! Alhamdulillah........aku lulus!!!!!!!!”, seketika juga teriakan Siti menggemparkan seisi dunia. Belajar dan doa sungguh-sungguh pasti akan membuahkan hasil yang optimal dan membanggakan. Nilainya dengan rata-rata 9,25 benar-benar sangat memuaskan!
Ujian telah usai, hasil telah menenangkan jiwanya, kini saatnya memikirkan rencana yang telah ia mulai. Ia kembali membuka dan mencari jawaban akan bidik misi undip. Kedua matanya menjelajahi baris demi baris. Bibirnya yang mungil mencoba menerjemahkan setiap apa yang ia lihat. Kebingungan hadir padanya. Pengumuman tak kunjung datang. Pengumuman akan di berikan setelah pengumuman SNMPTN, kalimat itulah yang muncul dalam layar pengumuman bidik misi. Lagi-lagi ia gerakkan mouse menuju link bidik misi undip. Setelah ia baca dan cermati ternyata Undip lain dari yang lain. Sebuah persyaratan yang baru saja ia pahami harus ia penuhi.
Satu-satunya yang masih memberikan peluang untuknya adalah SNMPTN. Yah… ia harus mengikuti seleksi masuk yang ada pada Undip. Dan SNMPTN lah yang masih membuka waktu untuknya karena UM I dan PSSB telah terlewatkan dan UM II mustahil untuk ia ikuti karena sumbangannya yang akan merepotkannya nanti.
Siti segera berlari menemui pak Bowo dan meminta penjelasan dari nya. Kaki nya yang tak begitu panjang ia gerakkan secepat mungkin untuk menghantarkan nya pada Beliau. Hatinya yang berdebar-debar setelah menghabiskan kecepatan 60km/jam itu mencoba untuk tenang dan menjelaskan pada pak Bowo.
Keberuntungan berpihak padanya. Masih ada waktu 1bulan lagi untuk mendaftar. Seperti biasa di perbaringan malamnya di atas kasur kapuk beralaskan tikar hijau tanpa penyangga, sebelum kedua matanya terpejam ia habiskan waktu-waktunya untuk merenenungi apa yang harus ia lakukan untuk meraih masa depan cerahnya. Kini setelah berbagai macam ia lalui teringat akan SNMPTN yang baru saja ia perbincangkan dengan gurunya siang tadi. Ia mencoba memikirkan segala cara untuk bisa mengikuti seleksi dengan biaya yang cukup besar baginya.
Keesokannya ia kembali menggunakan waktu liburannya bersama bapaknya di dalam keramain penumpang. Meski hal itu memberikan hasil baginya namun tak sedikitpun terlintas dalam hatinya untuk mencoba meminta sedikit bagian untuk mengikuti tes seleksinya. Melihat kondisi keluarganya yang masih sangat kekurangan ia tidak ingin keinginannya menjadikan beban keluarganya.
Tiba-tiba saja terlintas dalam pikirannya sebuah ide yang mungkin akan membawanya dalam mimpinya. Sesegera mungkin ia rundingkan bersama keluarganya akan rencananya. Awalnya tak ada yang berpihak padanya. Memang hal ini akan membuat nya tak bisa lagi membantu mereka meski hanya untuk beberapa waktu. Namun akhirnya melalui pemikiran panjang mereka memberikan ijin padanya.
Esok nya ia langkahkan kaki dengan membawa beberapa berkas yang diperlukan. Berjalan mengelilingi kota tanpa lelah. Kesana kemari ia coba untuk memberanikan diri bertanya dan memohon. Toko demi toko, warung demi warung, tempat demi tempat ia telusuri, tak satupun surat lamaran yang diterima. Keringatnya telah membanjiri tubuhnya, wajah lesu menampampakkan kelelahannya. Karena mega telah kunjung datang ia pun memutuskan untuk melanjutkan perjuangannya esok hari.
Semangat yang selalu memotifasinya memberikan langkah keyakinan. Ia kembali mencoba berharap pekerjaan juga menantinya. Saat langkah tajam membara di depannya muncul wajah tak asing bagi nya. Rupanya dia adalah temannya yang merupakan mantan kakak kelas SMA nya.
Ari yang kini bekerja disebuah toko buku dan sedang menikmati liburannya menyambut Siti. Mereka duduk berdua sambil minum es teh dipinggir jalan tepat di mana mereka bertemu. Sambil melepas lelah mereka berbincang-bincang kembali menuaikan keakraban yang cukup lama menghilang. Siti menceritakan tujuannya hingga tak sengaja bertemu dengan mantan kakak kelasnya itu.
“Aku mau cari kerjaan mas, tapi dari kemarin nggak ada yang mau nerima kalau Cuma untuk beberapa hari saja kerjanya.”, cerita Siti.
“O...begitu. Mang kenapa kok cuma beberapa hari doang kerjanya?Eh kamu bukannya masih sekolah?Dah pengumumankan?gimana hasilnya?” Tanya ari.
“Iya, alhamdulillah lulus memuaskan mas..! Aku Cuma butuh beberapa hari aja buat ngisi liburan aku sambil nunggu ijazah dateng.”
“Oh..kebetulan sekali, kalo begitu kamu ikut pameran buku aja. Toko ku minggu depan bakal ngadain pameran buku di Gedung Wanita Purworejo, dan aku disuruh mencarikan orang buat jadi kerja disana, kamu ikut aja. Syarat nya gampang kok, Cuma pake surat lamaran kerja, foto kopi KTP dan Nilai raport untuk yang masih sekolah.” Terang Ari yang membuat hati Siti cukup tenang.
“ Yang bener Mas...? Ya ampun Alhamdulillah akhirnya ada kesempatan juga, tapi aku nggak punya KTP Mas...?” Wajahnya yang gembira kembali bingung.
“ Tenang aja bisa pake kartu identitas OSIS kok..” Jawa Ari dengan senyum memberikan semangat pada Siti.
Tanpa basa basi Siti segera mengajak Ari untuk menemaninya menemui pak Coyo. Langkah cepat mereka menghantarkan mereka dihadapan pak Coyo yang memang rumahnya tak jauh dari peristirahatan mereka. Dengan penuh rasa hormat dan sopan Ari menceritakan dan membantu Siti untuk dapat bekerja di pameran tersebut.
Kebaikan hatinya membuat Siti langsung diterima hanya dengan memberikan berkas-berkas yang diperlukan seperti yang telah dijelaskan oleh Ari tadi, yah meskipun raportnya belum bisa ia berikan.
Sesuai dengan kesepakatan satu minggu kemudian Siti langsung bisa bekerja. Dari pagi jam 08.00 hingga jam 09.00 malam Siti mengawasi buku-buku penerbit Gramedia dari para pengunjung. Tidak hanya itu, Siti juga menjadi kasir jika giliran menantinya. Pameran itu penuh dengan berbagai macam judul, jenis, pengarang dan penerbit buku. Baru kali ini Ia memegang uang berjuta-juta. Setiap usai pameran tutup hingga jam 10.00 malam bahkan lebih ia bersama karyawan lainnya menghitung uang, membereskan tempat dan evaluasi kegiatan selama 1harinya.
Karena kebaikan bos nya, Siti diberikan fasilitas makan dan menginap dirumah nya yang tidak jauh dari tempat pameran itu. Hal ini memang membuat Siti berpisah dengan keluarganya dan tidak bisa membantu berdagang lagi, namun ini hanya sementara pikirnya. Memang sangat lelah bekerja seharian, namun ia tetap bersemangat dalam bekerja demi mimpi yang ingin diraihnya.
Enam hari telah berlalu. Pameran telah usai, dibukanya amplop kecil yang bertuliskan “Siti”. Seratus delapan puluh ribu, itu lah yang ada di amplop kecil itu. Hasil kerja Siti selama enam hari menjadi seorang penjaga dan kasir pameran buku.
Hari kemudian ia gunakan uang hasil gajinya untuk membayar pendaftaran snmptn sebanyak Rp 150.000,00, dan sisanya ia gunakan untuk membeli buku pedoman dan soal snmptn. Ia ketik prodi sesuai dengan prodi yang ia tuliskan di pendaftaran bidik misi, ia penuhi segala persyaratan yang harus dilengkapi.
Setiap hari tanpa lari dari tugasnya berdagang ia sempatkan waktu untuk mempelajari buku yang telah dibelinya setiap malam. Ia juga menambahkan waktu dagangnya hingga larut malam untuk bekal mengikuti tes itu di Semarang.
16 juni 2010 hari ini Siti telah berada di Semarang menghadapi berlembar-lembar pertanyaan. Duduk di bangku paling depan tepat berhadapan dengan empat pengawas sekaligus. Benar-benar membuatnya pusing, pertanyaan yang begitu banyak hanya diberikan waktu 1jam dan dihadapkan dengan para pengawas yang tidak bisa diam. Mulutnya mengoceh satu sama lain hingga membuat pikirannya semakin berputar. Untung saja Siti adalah anak yang cerdas, jadi semua bisa teratasi dengan baik.
Dua hari telah berlalu. Keberadaannya di semarang dengan bekal yang pas dari hasil jerih payahnya dan tugasnya yang ia selesaikan dengan baik membuatnya puas dan penuh harapan kan diterima.
Setiap hari ia berdoa, sholat lima waktu yang tak pernah ia tinggalkan ditambah dengan sholat sunnah tahajud dan dhuha memberikan kekuatan padanya. Sangat lega perasaan yang ada padanya. Perjuangan dan usaha yang akhirnya terlaksana. Kini kembali menanti hasil usahanya yang penuh dengan tekat berharap semuanya akan terwujud.
“Bapak, Ibu, Adik, doain siti ya... Alhamdulillah Siti dah lulus SMA, dah ngejalanin tes snmptn. Ini semua berkat restu dan doa kalian, Siti sangat berterimakasih.” Ucap Siti di tengah-tengah keluarganya yang sedang berkumpul di ruang tamu malam itu.
“Iya nak, maafin orangtua mu ini yang nggak bisa apa-apa. Kita cuma bisa berdoa buat kamu. Semoga kamu berhasil.” Jawab ibunya sambil merangkul membelai bahu Siti.
“Bapak ibu tenang aja..Insya Allah Siti diterima di Bidik Misi itu. Jadi bapak sama ibu nggak perlu kawatir soal biaya Siti nanti. Semuanya pasti ada jalan.”
Seiring berjalannya waktu, hari semakin dekat dengan pengumuman hasil seleksi snmptn.
“Pak besok pagi Siti pengumuman, Siti minta uangnya ya buat ngenet liat pengumuman. Siti nggak punya uang pak...” Sambil menunggu bus yang datang Siti mencoba merayu di sela-sela pekerjaan mereka.
“Butuh berapa?” Tanya sang bapak.
“Paling lima ribu pak..ada kan pak?”
“Iya ada, ya udah besok bapak kasih.” Jawab pak Ramli.
Hari telah larut malam, mereka pun pulang dengan dagangan yang laris tanpa sisa. Siti duduk manis meluruskan kedua kakinya yang lelah di atas kasurnya. Pikirannya tak tenang membayangkan apa yang akan terjadi esok hari.
“Cuit..cuit..cuit...cuit.....” Kicauan burung membangunkan tidur lelapnya. Siti segera beranjak meninggalkan tempat tidurnya. Jendela yang ia tuju. Nampak cahaya putih masuk melalui celah-celah lubang jendelanya. Perasaannya seketika terkejut dan dibukanya jendela kayu itu. Ternyata benar, hari telah siang jam pun juga telah menunjukkan tepat diangka sembilan. Tidurnya seusai subuh membuatnya benar-benar kesiangan.
Ia segera bergegas mandi dan melangkahkan kakinya menuju warnet tanpa sarapan sambil membawa doa dari kedua orang tuanya. Tak sabar lagi ia menunggu jawaban.
“Mbak nomer berapa?” Tanya Siti yang dengan cepat sampai di warnet dan menanyakan komputer nomor berapakah yang dapat ia gunakan.
“ 34 mbak “, jawab penjaga warnet itu. Nampaknya kali ini warnet telah di penuhi berpuluh-puluh orang yang juga melihat pengumuman. Dinyalakannya komputer 34 ia ketikkan www.snmptn.ac.id. Ia masukkan nomor peserrtanya. Benar-benar menakjubkan. Tanpa ia sadari ia keluar dari bilik itu dan bersujud dengan sangat gembira. Air matanya mengalir menyambut kebahagiaannya seraya menucap “Alhamdulillah ya Allah....”. Ilmu Keperawatan S1 Undip yang menjadi mimpinya terkabulkan.
Hari yang sangat menggembirakan. Kini ia mencoba kembali mencari informasi lebih lanjut mengenai registrasi selanjutnya. Ia juga tak lupa menelusuri web bidik misi undip yang juga sangat ia nanti-nanti hasilnya. Pengumuman bidik misi nya belum juga kunjung datang. Namun dihalaman itu tertulis kan pengumuman bidik misi akan diberikan setelah pengumuman snmptn di karenakan yang berhak menerima beasiswa bidik misi adalah calon mahasiswa yang telah diterima melalui seleksi masuk undip. Kalimat ini membuatnya bingung. Akan kah benar ia akan benar-benar mendapatkan beasiswa itu? Ia hanya bisa berharap harapannya terwujud kembali.
Kemudian ia buka dan ia pelajari apa saja yang harus ia penuhi untuk melakukan registrasi snmptn undip. Kembali ia dibingungkan dengan beberapa tulisan yang ada di layarnya. Ia membutuhkan uang Rp 3.990.000,00 untuk bisa registrasi. Jika ia tidak memenuhi nya semua perjuangan nya gagaal dan sia-sia.
Ia hanya memnbutuhkan waktu kurang dari sati bulan, tepatnya hanya 14 hari. Sepanjang perjalanan pulangnya ia hanya melamun memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk mencari uang sebesar itu. Orang tuanya, itu tidak mungkin! Uang dari mana mereka pikirnya? Lagi pula ia juga tidak mau membuat kebahagiaan kedua orang tuanya berubah menjadi penyesalan hanya karena uang. Dan ia juga telah berjanji tidak akan menyusahkan mereka.
“Ya Allah, apa yang harus aku lakukan. Kemana aku harus mencari uang sebanyak itu hanya dengan waktu 14hari? Beri kan aku jalan ya Allah..Engkau telah melancarkan segala perjuangan ku, artinya ini memang yang Engkau inginkan, Engkau telah mengijinkan ku kuliah, aku mohon ya Allah beri aku jalan untuk mendapatkan uang secepatnya.” Batinnya terus berbicara dan berdoa dengan penuh rasa takut dan sedih.
Sesampainya di rumah ia ceritakan segalanya apa yang ia dapat hari ini. Menyakitkan, tak ada satu pun ekspresi kebahagiaan yang muncul dari wajah mereka. Kedua orangtuanya sama sekali tak memperhatikan ceritanya. Ibu dan bapaknya terus menyibukkan diri tanpa henti membungkusi lumpia dan arem-arem pesanan tetangga sebelah.
“Bu, pak...gimana ini? Siti mau bayar pake apa?” Tanya Siti berharap mereka menjawab pertanyaannya.
“Katanya dapet beasiswa? Ibu sama bapak kan udah bilang nggak bisa bantu uang buat kuliah.” Jawab ibu siti tanpa menoleh memandang siti.
“Siti percaya siti bakal dapet beasiswa itu, tapi semuanya pasti butuh pengorbanan dulu. Nggak ada yang semuanya serba gratis di awal. Pasti butuh uang dulu buat mendapatkan apa yang kita inginkan Bu...” Jelas siti dengan perasaan yang kacau balau.
Seperti perahu yang berlayar tanpa layar. Sendiri menyeberangi lautan menuju dermaga kebahagiaan. Hanya angin yang senantiasa bersama menghantarkannya. Hatinya terus menerus tak henti memikirkan cara mendapatkan uang sebesar itu. Ada sedikit terlintas apa yang harus ia lakukan. Namun semuanya tak memberikan hasil. Ia seakan pasrah menghadapinya. Hanya bisa berdoa yang ia lakukan. Jajanan yang senantiasa di kedua tangannya sepanjang hari itu seakan ikut memberikan doa untuknya.
Hari kian dekat dengan hari terakhir pendaftaran. Tiga hari lagi semua akan terjawab. Sempat terbayangkan semua gagal dan tak terwujud. Ia hanya bisa membantu kedua orang tuanya berjualan atau bekerja mencari pekerjaan yang lebih layak. Mungkin ini yang akan terjadi. Namun meskipun hal itu yang akan terjadi, sejarah perjuangan hidupnya semasa SMA nya itu tak akan sirna dan akan terus menjadi sejarah kebanggaan.
“Sit sini... Bapak sama ibu mau bicara”, Panggil ibunya kepada siti yang sedang duduk termenung menatap langit malam di depan pintu yang terbuka lebar.
Siti mendekat menghampiri kedua orangtuanya duduk di ruang tamu yang kecil sederhana itu.”Ada apa pak, bu?”
“Gini nak, besok kamu pergi sama pek lek mu Edi ke Bank. Terus kamu siapin apa aja yang perlu buat bayar regiatrasi itu.” Jawab bapaknya tanpa basa-basi.
“Ke Bank? Nyiapin buat pembayaran? Maksudnya pak?” Siti heran dan semakin bingung mendengar jawaban bapaknya.
“Iya, tadi mbak mu yang di Bandung Teh Rini dah nransfer uang 4juta minjemin kamu buat bayar masuk kuliah mu itu”, jelas sang ibu dengan senyum yang meyakinkan Siti.
“Yang bener bu?” Tanya Siti meyakinkan penjelasan kedua orang tuanya.
“Iya..........!!!!!!!!” Jawab mereka berdua dengan semangat dan senyuman hangat.
“Alhamdulillah.... Trimakaih Pak, Bu... Siti bangga sama bapak dan ibu. Siti janji Siti yang akan ngembaliin uang teh Rini dengan beasiswa Bidik Misi itu Pak, Bu...! Terimakasih ya Allah..........!!” Siti memeluk kedua orang tuanya dan tangis bahagia pun menyelimuti mereka.
Tak Ada yang Mustahil Jika Kita Mau Berusaha

Raut Wajah yang Terselubung

Sang Raja penerang bumi, gelapkan sejenak cahaya mu. Ijinkan diri ini tenggelam dalam kesunyian meskipun hanya sesaat. Kaki ini lemah telah bercucuran darah, dan mata ini lebam basah menghujani tubuh yang rapuh. .
Ya.. aku tahu, banyak ribuan laku yang muncul dihadapan. Namun, di sini tak ada yang kurasakan. Yang ku rasa hanya sakit menusuk dan terus menghancurkan bentengan-bentengan yang telah ku bangun, bahkan rumpunan hijau menjadi kusam ditindasnya.

Bibir ini terus membungkam, kaku menggigil dan tertutup rapat. Hanya jeritan dalam lubuk yang terus mengais dan meronta. Inilah sajak penghuni kegelapan, mampu bersyair namun gerak nyata hanya sebagai ilusi..